Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tambang
Salah satu karakteristik kegiatan pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Kemudian sebagai aktivitas ekstraktif, banyak aktivitas dilakukan pada kondisi ekstim sehingga potensi terjadinya kecelakaan sangat besar. Kemudian salah satu acuan utama dalam praktek penambangan yang baik dan benar termasuk di dalamnya pelaksanaan budaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah Kepmentamben No. 555K/MPE/1995 tentang Pedoman Kesehatan Keselamatan Kerja di Wilayah Pertambangan.
Sesuai dengan arahan untuk pelaksanaan good mining practice, salah satu hal yang diutamakan adalah memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja untuk seluruh karyawannya. Dan cara memberikan jaminan itu adalah denga memberikan pemahaman tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara terus menerus sehingga akan mampu membentuk safety culture.
Kecelakaan Tambang, Dapat terjadi Kapan dan Dimana Saja
Budaya (culture) merupakan obyek studi ilmu antropologi dan konsepnya bersifat luas serta holistik. Budaya menggambarkan suatu kualitas yang sifatnya sangat khusus pada kelompok manusia dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Karena memiliki budaya inilah umat manusia memiliki apa yang dikenal dengan peradapan (civilization).
Istilah budaya keselamatan (safety culture) pertama kali tertera dalam laporan yang dibuat oleh International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) pada tahun 1987 yang membahas peristiwa “Chernobyl”. Atas dasar itu, International Atom Energy Agency (IAEA) menyusun konsep atau model dan metoda pengukuran Budaya Keselamatan untuk instalasi nuklir, sehingga istilah Budaya Keselamatan menjadi dikenal secara internasional, khususnya dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Safety culture is the product of individual and group values, attitudes, perceptions, competencies and pattern of behavior that can determine the commitment to, and the style and proficiency of an organization’s health and safety management system.
Budaya K3 di suatu perusahaan sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek psikologis pekerja terhadap K3 (Psychological aspects, what people feel, what is believe)
Aspek pertama, apa yang dirasakan seseorang sangat terkait dengan aspek Pribadi (PERSON), seperti misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, harapan, dan lain-lain.
2. Aspek perilaku K3 pekerja (Behavioral aspects, what people do, what is done)
Aspek kedua berkaitan erat dengan perilaku sehari-hari (BEHAVIOUR), seperti misalnya perilaku sehari-hari di perusahaan, kebiasaan-kebiasaan dalam K3 dan sebagainya.
K3, perlu mendapat perhatian sangat serius
3. Aspek situasi atau organisasi dalam kaitan dengan K3 (Situational aspects, what organizational has, what is said)
Aspek ketiga berkaitan erat dengan situasi lingkungan kerja (ENVIRONMENT) seperti apa yang dimiliki perusahaan/organisasi mengenai K3, contohnya Sistem Manajemen K3, SOP, Komite K3, peralatan, lingkungan kerja, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Budaya K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga aspek tersebut. Oleh karena itu, suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya yang selalu meningkatkan K3 secara sinambung dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-hari (continuous improvement culture, behavior based culture), bukan hanya menjadikan K3 sebagai bagian dari visi dan misi perusahaan yang tampak dari keberadaan sistem manajemen, SOP dan lain-lain di perusahaan (organizational based culture, system based culture), apalagi hanya menjadikan K3 sekedar mematuhi peraturan (compliance based culture, rule based culture).
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan kecelakaan kerja di Industri.
a. Teori Domino
Dalam buku Industrial Safety, David Colling, mendefiniskan kecelakaan kerja (selanjutnya akan ditulis kecelakaan saja) sebagai berikut “Kejadian tak terkontrol atau tak direncanakan yang disebabkan oleh faktor manusia, situasi, atau lingkungan, yang membuat terganggunya proses kerja dengan atau tanpa berakibat pada cedera, sakit, kematian, atau kerusakan properti kerja.”
Ada beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan ini. Salah satu yang ternama adalah yang diusulkan oleh H.W. Heinrich dengan teorinya yang dikenal sebagai Teori Domino Heinrich. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan: 1. Kondisi kerja; 2. Kelalaian manusia; 3. Tindakan tidak aman; 4. Kecelakaan; 5. Cedera.
Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek jatuhnya kartu blok domino, jika satu blok kartu domino roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya kartu blok domino yang berikutnya.
Teori Domino Oleh Heinrich
Jadi teori ini menegaskan adanya hubungan antara factor penyebab kecelakaan yang satu dengan factor yang berikutnya. Efek yang ditimbulkannya dapat sangat besar dan merupakan potential accident
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan di lokasi kerja.
Jika kita menganalogikan dengan kondisi di tambang bawah tanah, teori ini sangat tepat untuk merepresntatifkan potensi kecelakaan yang mungkin terjadi. Kondisi tidak aman sebagai kartu domino awal jika tidak di handling dengan tepat tentunya akan menyebabkan potensi kecelakaan. Potensi kecelakaan ini akan tetap tersimpan sampai benar-benar terjadi kelalaian manusia. Dan kelalaian manusia ini akan juga menyebabkan adanya tindakan tidak aman (unsafe act) sehingga akan memicu terjadinya kecelakaan.
b. Teori Swiss Cheese
Teori swiss Cheese adalah teori lain tentang kecelakaan kerja yang menekankan penyebab kecelakaan pada kelalaian/kesalahan manusia (human errors). Teori ini dikenalkan oleh James Reason dan membagi penyebab kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan: 1. tindakan tidak aman (unsafe acts); 2. pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman (preconditions for unsafe acts); 3. pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision); 4. pengaruh organisasi (organizational influences).
Teori ini memberikan informasi bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu. Dalam Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human errors ini merepresentasikan lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju ini (unsafe act, preconditions for unsafe acts, unsafe supervisions, and organizational influences) sama-sama mempunyai lubang, maka kecelakaan menjadi tak terhindarkan.
Teori Swiss Cheese, Tiap Lubang Akan Berpotensi Menimbulkan Bahaya
Dalam berbagai aspek, teori ini mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan kecelakaan kerja . Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara spesifik kemungkinan terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan yang dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak yang melulu dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk melindungi karyawannya.
c. Teori Gunung Es
Teori gunung es adalah salah satu teori yang sangat sesuai dengan kondisi kecelakaan di pertambangan. Teori Kecelelakaan itu dapat diibaratkan sebagai gunung es, artinya hanya bagian puncaknya saja yang terlihat. Padahal di bawah permukaan laut, justru terdapat gunung es besar yang lebih berbahaya, karena dapat menjadi bahaya laten.
Gunung Es, Terlihat Aman di Permukaan, Tetapi Tidak Di bawah Permukaan
Teori ini juga sangat terkait dengan biaya yang dikeluarkan akibat timbulnya suaut kecelakaan. Biaya yang ditimbulkan oleh suatu kecelakaan umumnya hanya terlihat dari bagian atas saja yaitu biaya pengobatan, asuransi dan biaya kecelakaan. Padahal di bawah itu, aka nada banyak kerugian yang ditimbulkan, mulai dari kerusakan alat, perkakas, delay produksi, pengeluaran untuk penyediaan biaya perawatan, biaya investigasi, biaya legal dan lainnya. Jadi akan muncul biaya lain lagi yang dapat lebih besar namun tak terlihat di permukaan.
#Dunia Tambang
Good Mining Practice, Materi dan atau artikel pembelajaran tentang dunia pertambangan dan industri berisi wawasan tentang tambang mineral dan batubara, k3/safety, kepmen 555 pertambangan, dan artikel terkait yg mengatur mengenai AMDAL/ANDAL.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
TOP ENTRIES
=
Klasifikasi Batubara
Batubara adalah bahan bakar fosil yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang hidup dan telah mati sejak 100-400 juta tahun yang lalu. Energi ...
POSTINGAN POPULER
-
Match Factor (MF) adalah persentase keserasian antara alat gali/muat dan angkut pada saat beroperasi. Rumus: MF=(n)(nH)(cL) / (nL)(cH) K...
-
1. Mengukur Strike (arah jurus) Caranya adalah sebagai berikut, tempelkan sisi E (east), kemudian geser gelembung nivo (bull's eye level...
-
Strike (jurus) adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan,...
No comments:
Post a Comment